masgeger

berhentilah mencari jati diri. jati dirimu adalah apa yang selalu kau dengarkan ketika tiada lagi yang berbicara

Selasa, 19 Juni 2007

JAVAHOLIC “A road to an Absolutely Java”

JAVAHOLIC “A road to an Absolutely Java”

an alternative cultural Destiny”Pasal 1 (Ayat ayat Estetis ; A road to an Absolutely Java

Kekuatan globalisasi dengan watak dasarnya yang massif, universal dan cepat –rapid- namun “kurang dialogis” , telah membawa perubahan besar kebudayaan abad 21. Fenomena complek yang sudah berlangsung lama, tetapi mengalami percepatan luar biasa pada 50 tahun terakhir yang memungkinkan aliran gagasan, barang, modal dan bahkan manusia, secara besar besaran dengan skala dan kecepatan yang melebihi dekade sebelumnya.

Kita harus mengakui sisi positif globalisasi mutaakhir dalam memberikan akses serta inovasi teknologi dalam seni serta media, sekaligus memutuskan keterbatasan geografis menjadi masyarakat yang dapat secara mudah berbagi pengalaman lintas benua. Namun disisi lain agenda globalisasi yang mendorong semangat inklusivitas jagad serta kesetaraan tersebut, masih harus dibebani watak lain dari kebudayaan modern yang mengarah pada hegemonisasi cultural oleh mainstream besar terhadap wilayah yang dianggap peripheral.

Globalisasi dapat berisikan ancaman alienasi terhadap mereka yang terus dimarginalkan.Semua bangsa tiba tiba harus berhadapan vis a vis dengan modernitas yang pikun, dan menimbulkan banyak pertanyaan dasar serta mendalam bagi tiap individu. Pertanyaan kepada identitas subjek ditengah 4 milyar penduduk dunia.

Apa makna kehadirannya ditengah budaya masyarakat dunia –baca- barat ?

Apakah Globalisasi yang menjadikan dunia sebagai desa-mayantara (global village) memang masih memberikan ruang bagi keragaman ?

Individu dihadang berbagai sodoran mesin peradaban yang menunutut keseragaman baru as a new world order. Penolakan bermunculan karena berbagai alasan bahkan menjadi sebuah gerakan “Against Globalization Movement”. Hal tersebut diikuti menguatnya tuntutan kepada dunia multi culture yang baru dan penyantun serta menggoda. Identitas kultural subjek merupakan pilar penting memasuki babak baru globalisasi menuju lokalisasi. Sebuah karsa kreatif yang serius kepada eksistensi subjek dan orbit kedirian budayanya ditengah lautan jagad serba seragam dan massal.


Saatnya manusia jawa juga menatap jangka jangkane jagad (baca : globalisasi) dan merenungi kembali takdir kulturalnya.
Pesan para pujangga klasik kembali mengingatkan kita pada situasi “wong jawa ilang jawane” dan diikuti revolusi kedalam “wong jawa bali marang asline”.. Energi kreatif manusia jawa sajalah yang dapat membantunya keluar dari nestapa dan terus mempertanyakan makna globalisasi serta titik singgungnya dengan budaya lokal. Apa sebenarnya “asline” orang java, dasar kearifan yang menjadikan subjek sebagai jawa.


Pertanyaan dasar yang bukan mengarah pada etnisitas yang mengacu pada geneologi biologis tetapi pada geneologi cultural dan membentuknya kembali dalam identitas kejawaan. Disinilah titik pijak baru untuk kita memulai “wang sinawang” (album Genk Kobra #2) sebagai subjek melihat dirinya dan menatap juntrung-nya kedepan.……………………..

Wang wang wang wang sawang sinawang Kaya dan miskin bukan jaminan
Wang wang wang wang sawang sinawang Benar dan salah bukan ukuran
Wang wang wang wang sawang sinwang Kalah dan menang keberanian
Wang wang wang wang sawang sinawang Musibah atau kesempatan………………..
(album Sithik Eding/ je. elysanto )


Menjadi jawa adalah “ngoyak praja” menghidupkan harkat kedirian (human dignity) bukan menghamba pada bondho (-kepalsuan modernitas-) menegaskan mantra ki lurah semar Bodronoyo “boyo siro harso mardi kamardikan hayuo samar sumingkiring dur kamurkan”.

Menjadi java adalah mengalahkan diri sendiri dari penyebab angkara murka lengkap dengan segala ketamakanya. Kearifan jawa sedang diuji ditengah terpaan modernitas dan globalisasi, semua ukuran sudah berubah yang tersisa adalah keberanian menatap realitas dan menerjamahkan selekas mungkin segala musibah dan membedakanya dari kesempatan palsu sebagai manusia ditengah terpaan zaman.

Hilangnya nilai nilai lama dan berbagai dorongan perubahan tak jarang membuat grusa grusu rusak tatanan dan ajur mumur negarane karena terpikat janji palsu tak terarah, hingga kehilangan pondasi budayanya menjadi ngetan ngulon tak perduli dan sesat di jalanan


Wolak waliking jaman saiki Akeh uwong edan dianggep kiai

Soyo edan, sing dho urip bengi Samsoyo mini jarene seni

Pancen aneh polahe menungso Akeh dalan padhang, pilih dalan pati

Donya nyoto dho wegah ngugemi Pilih dho mikir donya memedi.

Jaman wis akhir, jaman wis akhir bumine goyang

Jaman wis akhir, jaman wis akhir bumine goyang

Akale njungkir, akale njungkir Pikirane nglambrang

(Lagu Jaman Akhir album Sithik Eding/ je. elysanto)


Jaman wis akhir kini adalah titik awal dimana manusia jawa harus mengakhiri cara-cara lama yang telah melenceng dari nilai-nilai jawa sesungguhnya , dikarenakan gesekan arus globalisasi yang bermuara kepada krisis identitas. Kembali kepada nilai-nilai luhur sebuah budaya adiluhung.

Membangun kembali karsa budaya jawa bukan lagi sebagai aktivitas subversif bukan pula bicara kalah menang, ataupun salah benar sebaliknya menjadi suatu tuntutan Etis sebagi subjek mengekspresikan identitas dan memaknainya bagi kehidupan yang bermartabat dan bertujuan. Menangkap élan vitale manusia jawa dan menghadirkannya di tengah dunia kini menjadi tantangan kita bersama.

2 Komentar:

  • Pada 13 November 2011 pukul 20.46.00 PST , Blogger pakdhekan mengatakan...

    Menjadi jawa adalah “ngoyak praja” menghidupkan harkat kedirian (human dignity) bukan menghamba pada materi(-kepalsuan modernitas-) menegaskan mantra ki lurah semar Bodronoyo:

    “boyo siro harso mardi kamardikan hayuo samar sumingkiring dur kamurkan”.

    Jika anda menghendaki kemerdekaan, Jangan ragu mejauhi/menyingkirkan angkara murka.

    Jawa dalam hal ini bukan berarti hanya suku jawa, tetapi makna jawa/jawani atau javanese adalah mengerti dan sadar akan makna kehidupan sejati (Sejatining urip)

    Opo yo ngono yoo wong aku dewe sering kali dibilang sama simbah, bocah koq ora jowo.
    ya embuh ya

     
  • Pada 13 November 2011 pukul 21.00.00 PST , Anonymous Anonim mengatakan...

    "Sesuatu yang tidak membuat dirimu mati, akan membuat dirimu semakin kuat"

    Salut salut salut !!!!
    Mas geger aku mrekembeng naliko moco layangmu menyang adinda kakanda ananda nda dan saya
    Kudoakan mas geger sukses kedepan dengan memaknai kehidupan Javatopmarkotop
    aku bangga jika bisa javani

     

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda